Facebook in blogger Portal Pendidikan Indonesia: Menanamkan Ajaran Nawa Widha Bhakti

Sunday, 24 August 2014

Menanamkan Ajaran Nawa Widha Bhakti

AJARAN NAWA WIDA BHAKTI


Om Kara
Kedamaian dan ketentraman (Kerta Langu), adalah dambaan seluruh sekalian alam baik secara kommunal maupun secara individual (personal). Maksudnya adalah dambaan akan kedamaian itu tidak hanya bagi umat manusia, tetapi tumbuh-tumbuhan dan binatangpun memerlukan kedamaian itu. Kemudian perlu dipahami juga bahwa kedamaian itu bukan dibutuhkan saat ini saja, tetapi kedamaian itu dibutuhkan oleh seluruh sekalian alam baik untuk masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Demikianlah sabda, intruksi dan pesan dari Kitab Suci Veda yang harus kita ditindaklanjuti dengan sraddha dan rasa bhakti (iman dan taqwa) yang mantap. Apabila dalam kehidupan ini setiap umat manusia umumnya dan khususnya umat Hindu mampu mewujudkan kedamaian itu maka impian umat manusia untuk menciptakan suasana sorga di dunia ini dapat diwujudkan. 
Tetapi kenyataannya masih banyak umat manusia yang keliru memaknai hidupnya khususnya tentang suasana alam sorgawi yang mereka dambakan disaat alam kematian, mereka berharap masuk sorga atau menikmati suasana alam sorgawi disaat kematian tetapi melupakan suasana alam sorgawi dalam kehidupan nyata yaitu kehidupan saat di dunia pana ini. Pada hal proses kematian yang baik adalah “Hidup yang baik dulu, baru mati yang baik”, karena dengan kehidupan yang baik disaat hidup dapat dijadikan modal dasar dan atau matra untuk pencapaian kehidupan yang lebih baik disaat ini dan saat di alam akhirat.

Namun fenomena dewasa ini, ternyata ketentraman, kesalehan, keharmonisan dan kedamaian semakin menjadi harga mahal bagi sebagian besar individu atau kelompok umat manusia dalam kehidupannya, padahal dalam sebuah pengakuan, hampir setiap orang di dunia ini mengakui dan diakui dirinya sebagai orang yang beragama, dengan status orang beragama itu semestinya orang-orang beragama secara kontinyu selalu untuk berupaya mewujudkan kesalehan dan keharmonisan serta kedamaian (santih) di dunia ini. Orang-orang beragama semestinya mampu memberikan penyembuhan (konseling) terhadap dirinya dan orang lain disaat-saat mengalami goncangan kejiwaan dimana orang-orang psikologi menyebutnya dengan ‘kekusutan mental’ akibat dari suatu masalah yang dihadapinya yaitu dengan menggunakan ayat-ayat kitab suci dan sastra-sastra agamanya sebagai pedoman dan tablet/kapsul yang harus diramu dan selanjutnya dikonsumsi sebagai obat untuk men-konseling atau menterapi psikis dirinya. Tetapi kenyataannya tidak sedikit orang-orang beragama dibelahan dunia ini jasmani dan rohaninya tidak harmonis, tidak sedikit pula orang-orang beragama menciptakan suasana disharmoni, jiwanya mengalami kekusutan mental dan paling ironis sikap dan tindakannya justru tidak mencerminkan orang-orang beragama. Kemudian di era globalisasi masa kini menghadapkan umat manusia atau masyarakat manusia kepada serangkaian baru yang tidak terlalu berbeda dengan apa yang pernah dialami sebelumnya dan bahkan kecenderungannya akan semakin berat permasalahan hidup yang akan dihadapinya. Pluralisme agama, suku, ras, etnis, golongan, berbagai kepentingan, dll adalah fenomena nyata. Dimasa masa lampau kehidupan umat manusia relatif lebih tentram karena kehidupan umat manusia bagai kamp-kamp yang terisolisasi dari tantangan-tantangan dunia luar. Sebaliknya masa kini kemajuan zaman menyebabkan persaingan hidup semakin ketat, pergaulan lintas etnis tidak bisa lagi dihindari, multi kepentingan semakin beragam, dll, menyebabkan umat manusia dewasa ini harus pandai-pandai dan arif dalam menghadapi dan mengatasi persoalan dalam hidupnya.

Dimanapun masyarakat manusia itu berada di negara-negara di dunia ini termasuk di Indonesia memiliki sederetan perbedaan, diluar perbedaan yang mereka miliki dari sejak lahir. Seperti perbedaan etnis, kebudayaan, adat-istiadat, agama, kepercayaan, politik, dll. Fenomena ini bukanlah perkara mudah untuk menciptakan keharmonisan, ketertiban dan kedamaian di dunia untuk hidup sebagai masyarakat manusia dengan sederatan perbedaan-perbedaan itu, sekalipun manusia diyakini sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, apabila manusia itu sendiri tidak memiliki kepandaian, kearifan dan kebijaksanaan dalam mengapresiasi sederatan perbedaan-perbedaan yang ada. Kurang pandainya, ketidak arifan dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh masyarakat manusia mengapresiasi perbedaan itu merupakan beberapa faktor yang menyebabkan di era globalisasi ini timbul berbagai konflik baik konflik individu (personal) maupun konflik komunal (kelompok). Konflik individu misalnya; masih banyak orang stress atau mengalami gonjangan kejiwaan (kekusutan mental) dan kasus bunuh diri akibat tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan dan tantangan hidup dan kehidupan yang dialami, dan lain sebagainya. Konflik komunal (kelompok) misalnya; timbulnya konflik horizontal antara masyarakat manusia yang satu dengan masyarakat manusia lainnya yang terjadi di belahan dunia yang mana setiap hari selalu mewarnai dan menghiasi pemberitaan meda cetak dan elektronik seperti diantaranya; konflik antara anak dan orang tua, antara istri dengan suami, antara individu manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, kelompok manusia satu dengan kelompok manusia yang lainnya tentang diskriminasi, kekerasan, pelecehan, ketidak-adilan, dan sebagainya tetang berbagai macam hal. Selanjutnya konflik yang disebabkan oleh penanaman ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin yang ekskulisifisme dan sempit, sehingga tidak sedikit masyarakat manusia seperti itu badannya dipasung, terkungkung, dan mengabaikan kebenaran serta menutup diri untuk menerima perbedaan dan kebenaran orang lain baik itu perihal etnis, kebudayaan, adat-istiadat, agama, kepercayaan, politik, dan sebagainya juga semakin marak terjadi dewasa ini. Kemudian faktor yang lain juga disebabkan pula oleh karena dewasa ini kecenderungan bagi tidak sedikit orang lebih mengejar dunia matrial atau kemewahan duniawi ketimbang dunia spiritual. Ketidak seimbangan itu menyebabkan degradasi moral semakin meningkat, sikap dan karakter-karakter Ketuhanan pada setiap individu dan kelompok di tengah-tengah kehidupan masyarakat seperti;cinta kasih sayang, pelayanan, dll, semakin memprihatinkan.

Situasi dan kondisi konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia itu menandakan bahwa arah gerak pikiran, perkataan dan perbuatan bagi setiap individu atau kelompok manusia seperti itu sangat mengabaikan prinsip-prinsip dasar tetang nilai-nilai kejujuran, kebajikan, kepatuhan dan ketaatan terhadap aturan keimanan, aturan kebajikan (hukum), hak asasi manusia, kesucian, pengendalian diri, kebersamaan, persatuan, pengorbanan yang tulus ikhlas, pelayanan, cinta kasih sayang, kerukunan, ketentraman dan kedamaian, pembebasan, pemuliaan, dll. Oleh karena itu situasi dan kondisi konflik itu baik personal maupun komunal yang terjadi di tengah-tengah masyarakat manusia sangat dibutuhkan upaya bersama secara sadar, sabar, dan tulus ikhlas untuk mengatasi dan mencarikan solusi pemecahannya agar situasi dan kondisi hidup dan kehidupan masyarakat manusia masa kini dan dimasa yang akan datang tidak semakin kusut dan rumit, tragedi sosial, kemanusiaan dan rusaknya lingkungan hidup, dll, dapat diminimalisir. Karakter-karakter Ketuhanan dalam setiap jiwa individual masyarakat manusia perlu ditananamkan sejak dini, sehingga apabila karakter Ketuhanan itu telah tertanam dan tumbuh dalam setiap jiwa individual masyarakat dapat dijadikan modal sosial untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan sosial ditengah-tengah kehidupan masyarakat manusia.

Karakter Ketuhanan dalam setiap jiwa individual masyarakat manusia akan dapat tertanam, tumbuh dan berkembang dengan kesadaran, iman dan taqwa yang mantap bahwa kelahirannya menjadi manusia adalah kesempatan untuk berbuat baik berdasarkan atas kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa . Kitab suci dari agama atau kepercayaan apapun yang ada di dunia ini, termasuk yang tersurat dan tersirat dalam kitab suci Agama Hindu yaitu dalam kitab Sarasamuccaya menyatakan bahwa menjelma, menjadi manusia sungguh-sungguh utama sebabnya demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya menjelma menjadi manusia. Oleh karena itu setiap jiwa individual manusia tidak semestinya bersedih hati sekalipun kehidupan manusia itu tidak makmur, dilahirkan menjadi manusia itu hendaklah menjadikan kamu berbesar hati, sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran hina sekalipun. Sebagai penjelmaan manusia yang mempunyai keutamaan tersebut maka upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat manusia untuk meredam situasi dan kondisi konflik yang semakin marak terjadi disekitar lingkungan hidupnya internal dan eksternal baik konflik individual mapun konflik kumanal. Agar dapat keluar dan tidak memperburuk sistuasi dan kondisi konflik itu masyarakat manusia hendaknya selalu membangunkan kesadarannya dan menyalahkan pelita atau cahaya ke-Ilahian di dalam dirinya dengan selalu berdoa dalam setiap tindakan sehingga cahaya ke-Ilahian dapat bersinar dalam setiap badan dan jiwa manusia sehingga masyarakt manusia dapat membimbing dirinya dan orang lain dari ketidak benaran menuju kebenaran yang sejati, dapat membimbing masyarakat manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang benderang, dan dapat membimbing dirinya dari kematian Rohani menuju kehidupan yang kekal abadi. Upaya sepatunya di mulai dari diri sendiri individu manusia itu sendiri, kemudian dalam lingkungan keluarga, dan selanjutnya dalam kehidupan bermasyarkat yang lebih luas yaitu sesuai dengan tema yang dikemukakan dalam tulisan ini salah satunya dengan 'Menanamkan Ajaran Nawa Wida Bhakti untuk Menumbuhkan Karakter Ketuhanan di Lingkungan Keluarga Sebagai Modal Dasar Guna Mewujudkan Kesalehan dan Keharmonisan Sosial'

Pentingnya menanamkan ajaran Nawa Wida Bhakti untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di Lingkungan Keluarga ini dikarenakan beberapa hal diantaranya; Pertama, Kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin digiring untuk meninggalkan jati dirinya sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas ritual keagamaannya, sehingga kualitas iman dan taqwa (sradha bhakti) yang selama ini dijunjung tinggi semakin lama semakin tergeser oleh pola kehidupan yang mengglobal dan modern. Budaya global yang diakibatkan oleh modernisasi dalam berbagai bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) terus menerus mengikuti perkembangan sosial masyarakat menusia, sehingga kadangkala akibat dari pengaruh dunia global dan modernisasi ini bisa membawa manfaat yang positif dan negatif bagi kehidupan spiritual individu masyarakat manusia.Dari segi positif modernisasi bisa menguntungkan kehidupan baik jasmani dan rohani individu masyarakat manusia, namun di sisi negatif modernisasi bisa mengakibatkan semakin tergesernya sendi-sendi kehidupan termasuk semakin terkikisnya nilai-nilai religiusitas pada sebagian anggota masyarakat manusia. Pengaruh negatif yang dimaksud terhadap anggota masyarakat manusia dewasa ini sering terterjadi perselisihan, kekerasan, diskriminasi, ketidak adilan, dan sebagainya yang kecenderungan prilakunya mengarah pada bentuk prilaku yang dapat merugikan dirinya, keluarganya dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat atau sosialnya. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, karena jika hal tersebut di atas dibiarkan terus terjadi, maka kualitas kebersamaan, persatuan dalam bermasyarakat akan semakin menipis, dan pada akhirnya nanti esensi sebagai masyarakat manusia yang memiliki keutamaan dibandingkan dengan makhluk lainnya melalui cara berpikir, berkata dan berprilaku semakin lama akan mengkhawatirkan. Kedua, Di lingkungan atau intern keluarga merupakan proses pembelajaran, pendidikan dan pembekalan pengetahuan paling awal. Oleh karenanya maka setiap anggota keluarga terutama orang tua, dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan dharma-nya, dengan harapan pada setiap anggota keluarga memiliki iman dan taqwa (sradha bhakti) sifat dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia yang sangat diperlukan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat manusia. Dalam kitab suci Veda dan susastra suci Veda yang lainnya banyak menguraikan tentang pentingnya ajaran bhakti, dan swadharma orang tua terhadap anaknya, demikian pula bhakti dan swadharma dari anak kepada orang tuanya. Dalam kitab suci Manavadharmasastra dijelaskan bahwa secara non fisik suami-istri masing-masing mengupayakan agar jalinan cinta dan kasih sayang, kesetiaan, mencari nafkah, menjaga kesehatan, dan seterusnya agar ikatan perkawinan dapat berlangsung abadi. Kemudian terhadap anak-anak yang lahir, orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan, pendidikan dan menyelenggarakan perkawinannya (Vivaha Samkara). Selanjutnya dalam Sarasamuscaya juga diajarkan tentang tiga kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dengan rasa bhakti yang tulus kepada anaknya yaitu sebagai berikut: Pertama, Sarirakrta, yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan jasmani anak dengan baik. Kedua, Prannadatta, artinya orang tua wajib membangun atau memberikan pendidikan kerohanian kepada anak. Ketiga, Annadatta, yaitu kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya untuk mendapatkan makanan (anna) salah satunya kebutuhan hidupnya yang paling esensial. Demikian pula dalam Kekawin Niti Sastra ada disebutkan syarat-syarat orang yang dapat disebut orang tua yakni apabila telah melakukan lima kewajiban yang disebut Panca Wida yaitu: Pertama, sang ametuaken, artinya yang menyebabkan kita lahir. Ayahlah yang pertama-tama menyebabkan kita lahir dari rahim ibu. Awal mula dari sikap ayah dan ibu saat-saat menanam benih dalam rahimnya juga amat menentukan keberadaan kita dewasa ini. Kedua, sang anyangaskara, artinya orang tua mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara. Ketiga, sang mangupadyaya, artinya seseorang dapat disebut ayah apabila ia dapat bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Pendidikan anak tidak dapat begitu saja diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga disebut guru rupaka. Keempat, sang maweh bijojana, artinya orang yang dapat disebut ayah adalah orang yang memberikan anggota keluarganya makan dan kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Secara umum seorang ayah memiliki tanggung jawab menjamin kebutuhan ekonomi keluarga. Kelima, Sang matulung urip rikalaning baya, artinya kewajiban seorang ayah melindungi nyawa si anak dari ancaman bahaya. Perlindungan tersebut tidaklah semata-mata berarti fisik, juga perlindungan yang bersifat rohaniah. Sedangkan bhakti dan swadharma anak kepada orang tuanya, sesuai dengan perintah dan pesan dari sastra suci Veda, seorang anak dikatakan suputra apabila anak itu memiliki sradha, bhakti dan serta tumbuh menjadi anak yang mampu menyelematkan dirinya, orang tuanya, dan seluruh keluarganya dari lembah penderitaan menuju kehormatan dan kebahagiaan. Dan yang lebih besar lagi berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya. 

Ajaran Nawa Wida Bhakti untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial, yang dimaksud adalah sebagai berikut: 

Ajaran Nawa Wida Bhakti adalah salah satu ajaran Agama Hindu yang dapat dipedomani untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat manusia terhadap aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara keagamaan yang bersumber dari ajaran agama yang dianutnya, serta dapat dipedomani dalam upaya melakukan penyembuhan (konseling) disaat-saat mengalami goncangan kejiwaan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga yang mana kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin digiring untuk meninggalkan jati dirinya sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas ritual keagamaannya. Perihal penting lainnya adalah untuk mengelimase potensi-potensi komplik akibat kurang pandainya dan kurang kearifan serta kebijaksanaan dari masyarakat manusia terhadap sederetan perbedaan, diluar perbedaan yang mereka miliki dari sejak lahir. Ajaran Nawa Wida Bhakti adalah salah satu ajaran Agama Hindu yang bersumber dari kitab Bhagavata Purana, VII.5.23, yang menyebutkan bahwa ada 9 (sembilan) cara ber-bhakti (hormat, sujud, pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) yang disebut Nawa Wida Bhakti yaitu rasa bhakti manusia terhadap Tuhan-nya. Konsep Nava Vida Bhakti ini dapat dimaknai dalam kontek kehidupan sosial atau arah gerak putarannya secara horizontal yaitu rasa sujud, hormat-menghormati, pengabdian, cinta kasih sayang, spiritual, dan memberikan pelayanan antara manusia dengan sesamanya dan lingkungannya. Sehingga harapannya dengan nilai-nilai dari ajaran Nawa Wida Bhakti (hormat, sujud, pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) tercipta karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sehingga pada saatnya nanti dapat dijadikan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial karena di lingkungan masyarakat umum atau lingkungan masyarakat yang lebih luas telah hidup atau dihuni oleh individu-individu manusia yang telah ditanamkan nilai-nilai ajaran Nawa Wida Bhakti, individu yang bermoralitas, serta memiliki budi pekerti yang luhur melalui proses pembinaan, pendidikan dan pendalaman atau penghayatan sejak awal di lingkungan keluarga. Seperti uraian berikut ini; 

Sravanam, adalah bhakti dengan jalan mendengar. Arah gerak vertikal dari bhakti mendengar ini adalah dalam hal ini masyarakat manusia hendaknya meyakini dan mendengarkan sabda-sabda suci dari Tuhan baik yang tersurat maupun tersirat dalam kitab suci atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara. Tetapi penomena arah gerak vertikal dari bhkati mendengar yang kita jumpai di tengah-tengah kehidupan kita, termasuk di lingkungan keluarga dan masyarakat tidak sedikit individu manusia yang tidak mau mendengarkan sabda-sabda suci atau aturan-aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacara keberagamaan. Kenyataan ini diperkuat apabila ada orang yang mewartakan ajaran tentang kebajikan, kebenaran, kesucian, dll tentang sabda suci Tuhan justru yang terjadi malah ketidak pedulian, pelecehan, atau dengan kata lain respon yang muncul menunjukan kekurang tertarikan akan pewartaan itu. Contoh kecil saja di sebagian banyak orang tidak mau mendengar atau bahkan mengantuk apabila ada ceramah-ceramah agama baik itu di tempat-tempat suci atau pewartaan melalui media cetak dan eletronik yang lain. Tetapi kalau ada pewartaan/tayangan sinetron tentang gosip, fitnah, kekerasan, diskriminasi, dll justru menjadi sebuah konsumsi bagaikan seorang pecandu. Selanjutnya arah gerak horizontal, bhakti mendengar ini hendaknya masyarakat manusia dalam hidup dan kehidupannya menanamkan rasa bhakti untuk selalu belajar mendengarkan nasehat dan menghormati pendapat orang lain serta selalu belajar untuk menyimak atau mendengarkan pewartaan tentang sesamanya dan lingkungannya. Tetapi penomena yang sering terjadi tidak sedikit juga masyarakat manusia yang tidak peduli dan tidak belajar serta menghormati nasehat dan pendapat orang lain, serta tidak peduli dan tidak belajar untuk menyimak berita-berita tentang teragedi kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Padahal dalam hidup ini untuk mewujudkan cita-cita atau visi-misi hidup hendaknya dimulai dengan adanya kemauan dan kesadaran untuk mendengar. Pengetahuan, pemahaman dan pendalaman tetang berbagai hal hasil dari mendengar dapat dijadikan konsep dasar untuk menantat hidup dan kehidupan di dunia ini yang kemudian ditindaklanjuti dengan berupaya untuk berbuat atau mencari solusi yang terbaik dalam mengambil sebuah tindakan akan kemanusiaan/sesama dan lingkungan. Contoh; di lingkungan keluarga antara anggota keluarga semestinya selalu menanamkan sifat dan rasa bhakti untuk selalu mendengar baik antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, untuk selalu membangun komunikasi aktif sehingga dapat mengurangi terjadinya miskumunikasi diantara anggota keluarga. Sifat dan sikap ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga itu, seperti; sifat, sikap dan karakter hormat-menghormati, sujud, cinta kasih sayang, pengabdian, pelayanan, berfikir yang baik dan suci, berkata yang baik dan suci, berbuat yang baik dan suci serta teguh dalam melaksanakan disiplin spiritual. Sifat dan sikap individu seperti itu akan dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan sosial antara keluarga, antar sesama anggota masyarakat. Sifat, sikap dan karakter individu yang selalu belajar untuk membuka diri mendengar nasehat, pendapat orang lain atau apa yang diwacanakan orang lain adalah sebuah sifat, sikap dan karakter insklusif yaitu sebuah sifat, sikap dan karakter membuka diri secara tulus ikhlas untuk mau mendengarkan kebenaran dari orang lain, karena dalam diri ada kebenaran tetapi diluar diri juga masih banyak kebenaran yang belum diketahui. Untuk itu pesan yang ingin disampaikan melalui bhakti dengan jalan mendengar ini adalah dalam hidup ini masyarakat manusia untuk selalu berupaya membudayakan untuk mendengar, baik mendengar secara vertical antara manusia dengan Tuhan-nya melalui sabda-sabda sucinya, maupun secara horizontal antar sesamanya dan lingkungannya. Karena baik mendengar ataupun memberi pendengaran/pewartaan apabila sama-sama dilandasi dengan rasa bhakti maka semua akan mendapat hasil (pahala) yang baik atau paling tidak dapat manfaat dari bhakti mendegar ini. Iklim saling bhakti mendengar ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang di awali di tananamkan di lingkungan keluarga selanjutnya ditumbuh kembangkan secara harmonis dan dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat di lingkungan masyarakat sosial yang lebih luas.

Kirtanam, adalah bhakti dengan jalan melantunkan Gita/zikir (nyayian atau kidung suci memuja dan memuji nama suci dan kebesaran Tuhan), bhakti ini juga di arahkan menjadi dua arah gerak vertical maupun arah gerak horizontal. Arah gerak vertical melakukan bhakti kirtanam untuk menumbuhkan dan membangkitkan nilai-nilai spiritual yang ada dalam jiwa setiap individu manusia, dengan bangkitnya spiritual dalam setiap individu akan dapat meredam melakukan pengendalian diri dengan baik, jiwa lebih tenang, tentram dan tercerahi, sistuasi dan kondisi ini akan dapat membantu keluar dari kekusutan mental dan kegelapan jiwa. Sehingga dapat dijadikan modal dasar untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan individual yang damai dan bahagia. Arah gerak horizontal masyarakat manusia berusaha selalu untuk melantunkan bhakti kirtanam yang dapat menyejukan perasaan hati orang lain dan lingkungannya. Kepada sesama atau anggota masyarakat yang lainnya tidak hanya melantunkan atau melontarkan kritikan dan cemohan tetapi selalu belajar untuk melatih diri untuk memberikan saran, solusi yang terbaik bagi kepentingan bersama dalam keberagamaan, kehidupan sehari-hari tentang kemanusiaan, kebersamaan, persatuan dan perdamaian, serta memberikan pengakuan dan penghargaan atau pujian akan keberhasilan dan prestasi yang telah dicapai terhadap sesama atau anggota masyarakat manusia yang lain. Iklim saling bhakti Kirthanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang penanaman nilai-nilai bhakti Kirthanam di awali dilingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Smaranam, adalah bhakti dengan jalan mengingat. Arah gerak vertical dari bhakti ini adalah dalam menjalani dan menata kehidupan ini masyarakat manusia sepatutnya selalu melatih diri untuk mengingat, mengingat nama-nama suci Tuhan dengan segala Kemahakuasaaannya, dan selalu untuk melatih diri untuk mengingat tentang intruksi dan pesan atau amanat dari sabda suci Tuhan kepada umat manusia yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam hidup di dunia dan di alam sunya (akhirat) nanti. Arah gerak secara horizontal dari bhakti ini apabila dikaitkan dengan isu-isu pluralisme, kemanusiaan, perdamaian, demokrasi dan gender maka sepatutnya masyarakat manusia selalu berusaha untuk mengingat kembali tragedi dan penderitaan kemanusiaan, musibah dan bencana alam, dll, yang diakibatkan oleh konflik-konflik atau pertikaian, kesewenang-wenangan, diskriminasi, dan tindakan kekerasan yang lainnya antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain yang tidak atau kurang memahami dan menghargai indahnya sebuah kebhinekaan dan pluralisme. Harapannya dengan mengingat tragedi, penderitaan, musibah dan bencana yang diakibatkan itu masyarakat manusia selalu mewartakan dan mengingatnya sebagai bekal untuk mengevaluasi dan merepleksi diri akan indahnya kebhinekaan dan pluralisme apabila masyarakat manusia mampu mengkemasnya dalam satu bingkai yaitu bingkai kebersamaan, persatuan dan kedamaian. Iklim saling bhakti Smaranam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia yang ditanamkan di awali dilingkungan keluarga sehingga tumbuh karakter Ketuhanan dalam setiap anggota keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Padasevanam, adalah bhakti dengan jalan menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma. Arah gerak vertikal dalam bhakti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya sepatutnya selalu sujud dan hormat kepada Tuhan, hormat dan sujud terhadap intruksi dan pesan/amanat dari hukum Tuhan (rtam). Arah gerak horizontal masyarakat manusia untuk selalu belajar dan menumbuhkan kesadaran untuk menghormati para pahlawan dan pendahulunya, pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang telah dijadikan dan disepakati sebagai sumber hukum, para pemimpin, para orang tua dan yang tidak kalah penting juga hormat/sujud kepada ibu pertiwi. Karena dengan adanya kesadaran untuk saling menghormati inilah kita akan bisa hidup berdampingan dalam kebhinekaan dan pluralisme, sehingga terwujud kebersamaan, perastuan, kesalehan dan keharmonisan sosial. Iklim saling bhakti Padasevanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia sehingga sejak dini semestinya ditanamkan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Arcanam, adalah bhakti dengan jalan perhormatan terhadap simbol-simbol atau nyasa Tuhan seperti membuat Arca, Pratima, Pelinggih, dll, bhakti penguatan iman dan taqwa, menghaturkan dan pemberian persembahan terhadap Tuhan. Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya untuk selalu menghaturkan dan menunjukan rasa hormat, sujud, cintakasih sayang, pelayanan, pengabdian kepada Tuhan dengan iman dan taqwa kuat dan teguh dengan jalan menghaturkan sebuah persembahan sebagai bentuk ucapan terimakasih atas tuntunan, bimbingan, perlindungan, kekuatan, kesehatan dan setiap anugrah yang diberikan Tuhan kepada seluruh sekalian alam. Arah gerak horizontal masyarakat manusia terutama kepada sesama dan lingkungannya dalam kehidupannya untuk selalu belajar untuk memberikan pelayanan, pengabdian, cinta kasih sayang, penguatan dan pemberian penghargaan kepada orang lain. Contoh, Pemerintah, pemimpin dan atau anggota masyarakat hendaknya memberikan pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan penghargaan kepada pemerintah dan pemimpinnya demikian pula sebaliknya kepada dan oleh rakyatnya yang telah menunjukan dedikasinya tinggi terhadap segala aspek kehidupan demi kemajuan dan perbaikan situasi dan kondisi bersama dan sekalian alam tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan dan perdamaian. Karena pemimpin yang baik menghargai rakyatnya, demikian juga sebaliknya. Iklim saling bhakti Arcanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia di lingkungan keluarga dan dikehidupan masyarakat umum. Hal ini akan dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Wandanam adalah bhakti dengan jalan membaca, menyimak dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai ajaran yang bersumber dari aturan keimanan, aturan kebajikan, dan aturan yang lainnya yang bersumber dari sabda-sabda suci Tuhan dan susastra suci yang lainnya. Arah gerak vertikal masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya selalu meluangkan waktu untuk membaca, menyimak dan mempelajari, mendalami serta menghayati dan memaknai kitab suci dan susastra suci serta ilmu pengetahuan yang lainnya tentang Tuhan sebagai pedoman hidup, sehingga gagasan dan arah pilihan jalan hidup masyarakat manusia sesuai dengan sabda suci Tuhan yang tertuang dalam kitab suci atau sumber hukum agama yang diyakini dan dianut, tentunya dengan selalu tidak menutup diri atau mengabaikan hal-hal yang ada diluar dirinya. Arah gerak horizontal dari bhakti ini, masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk selalu membaca, menyimak dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai situasi untuk menuju arah gerak yang lebih baik. Karena apabila salah dalam membaca, menyimak dan mempelajari , mendalami serta menghayati dan memaknai situasi maka salah juga dalam pengambilan keputusan. Iklim saling bhakti Wandanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia untuk menciptakan kesalehan dan keharmonisan di lingkungan keluarga dan sosial kemasyarakatannya.

Dasyam, adalah bhakti dengan jalan mengabdi, pelayanan, dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas terhadap Tuhan. Arah gerak vertical dari bahkti ini masyarakat manusia dalam menjalani dan menata kehidupannya, untuk selalu melatih diri dan secara tulus ikhlas untuk mengahturkan mengabdikan, pelayanan kepada Tuhan, karena hanya kepada Beliaulah umat manusia dan seluruh sekalian alam beserta isinya berpasrah diri memohon segalanya apa yang harapkan untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat. Arah gerak horizontal masyarakat manusia kepada sesama dan lingkungan hidupnya untuk selalu mengabdi, memberikan pelayanan dan cinta kasih sayang dengan tulus ikhlas untuk kepentingan bersama tentang kemanusiaan, kelestarian lingkungan hidup dan kedamaian di tengah-tengah kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Iklim saling bhakti Dasyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dilingkungan keluarga lebih-lebih dikehidupan sosial kemasyarakatannya.

Sakyam, adalah bhakti dengan jalan kasih persahabatan, mentaati hukum dan tidak merusak system hukum. Baik arah gerak vertical dan horizontal, baik dalam kehidupan matrial dan spiritual (jasmani dan rohani) masyarakat manusia agar selalu berusaha melatih diri untuk tidak merusak system hukum, dan selalu dijalan kasih persahabatan. Iklim saling bhakti Sakyam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan mulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai matra dan sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.

Atmanivedanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Arah gerak vertikal dan horizontal dari bhakti ini masyarakat manusia selalu berpasrah diri dengan kesadaran dan keyakinan yang mantap untuk selalu berjalan di jalan Tuhan, berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan, sesama dan lingkungan hidupnya atau kepada ibu pertiwi, baik dalam kehidupan duniawi (nyata) maupun kehidupan sunya (niskala). Iklim saling bhakti Atmanivedanam ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat manusia baik dalam kehidupan sosial dan kehidupan spiritualnya.

Mengacu pada uraian di atas maka dapat diketahui bahwa menanamkan ajaran Nawa Wida Bhakti adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial. Dalam dimensi yang lainnya menanamkan ajaran Nawa Widha Bhakti ini pada setiap individu masyarakat manusia guna menumbuh-kembangkan sikap saling hormat-menghormati, sujud, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan spiritual antara anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat yang lainnya. Guna membangun sikap saling hormat-menghormati, sujud, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan spiritual di antara organ-organ tubuh sosial berangkat dari "tresna asih menuju tresna bhakti"-yaitu membangun sikap saling menghormati dan menghargai dengan sujud secara tulus ikhlas yang dimulai dari menumbuhkan rasa persaudaraan, tolong menolong kemudian ditingkatkan menjadi rasa bhakti. Sikap saling menghormati di antara organ-organ tubuh sosial selain membangun atau menumbuhkan rasa persaudaraan di antara organ-organ tubuh sosial, sikap kepedulian sosial dan tolong-menolong di antara organ-organ sosial, juga mengandung pesan atau amanat untuk menumbuhkan dan mengembangkan sifat, sikap atau karakter bhakti (sujud, hormat-menghormati, pengabdian, pelayanan) seperti sujud bhakti kehadapan Tuhan dalam bentuk sembahyang/sandhya, setiap saat hendaknya selalu ingat terhadap Tuhan karena Beliau Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua makhluk hidup dan seluruh ciptaan-Nya. Beberapa karakter bhakti ini arah gerak putarannya internalisasi yaitu ke dalam diri individu manusia yang secara vertikal dalam pendakian spiritualnya adalah membangun atau menumbuhkan rasa bhakti untuk menjalin hubungan yang harmonis terhadap Tuhan dan segala manifestasinya. Sedangkan karakter bhakti yang arah gerak putarannya eksternalisasi atau dalam putaran keluar yaitu di arahkan terhadap sesamanya dan lingkunga hidupnya yang hidup bersama di dunia ini. Kemudian arah gerak horizontal dalam strutur sosial merupakan lingkaran organ-organ tubuh sosio yang saling melengkapi dan saling membutuhkan satu sama yang lainnya, sehingga sikap saling hormat-menghormati, kesalehan, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dan jalinan yang harmonis terhadap sesama dan lingkungan hidupnya yang tidak boleh diabaikan. Membangun atau menumbuhkan sikap atau karakter bhakti seperti sujud, hormat-menghormati, pengabdian, pelayanan, cinta kasih sayang dengan jalinan yang harmonis di antara organ-organ tubuh sosial merupakan wujud dari Teologi Sosial yang merujuk pada konsep Manusia Kosmik (Tuhan yang digambarkan sebagai Manusia Semesta atau Manusia Maha Besar). Hanya melalui konsep Manusia Kosmos sebagai asal mula keberadaan manusia, maka seluruh manusia akan mampu menyadari dan mewujudkan kesatuan sosial yang harmonis dengan menempatkan Tuhan sebagai Ayah, Ibu, dan Datuk atau Pelindung seluruh alam semesta beserta seluruh mahluk termasuk di dalamnya adalah manusia. Apabila semua manusia memiliki pemahaman bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu bersemayam pada seluruh mahluk, tentu manusia bukan saja tidak tega menyakiti setiap mahluk, tetapi manusia akan memiliki kasih sayang terhadap setiap mahluk sebagaimana ia ber-bhakti atau mengasihi Tuhan Yang Maha Esa. Sangat disayangkan dewasa ini manusia kurang sabar menahan segala gejolak emosi atau keinginan, sehingga banyak manusia membunuh mahluk dan bahkan membunuh manusia hanya untuk melampiaskan keinginannya. Sehingga rasa cinta kasih dalam hati terhadap semua mahluk benar-benar hilang, jangankan terhadap hewan dan tumbuhan, bahkan cinta kasih sayang terhadap sesama manusia saja sudah mengalami krisis hingga sampai pada devisit cinta yang kronis. Oleh sebab itu kehidupan nampak semakin mengerikan, sesama manusia seolah-olah hendak saling memangsa. Si kuat memangsa si lemah, si kaya memangsa si miskin, si pinter memangsa si bodoh, perseisihan terus terjadi. Padahal, jika saja manusia mau belajar secara baik, setiap manusia akan menemukan dirinya dan diri orang lain sebagai bagian dari jaring-jaring sistem dan di dalam jaring-jaring sistem itu Tuhan Yang Maha Esa berdiri. 

Wasana kata semoga semua mahkluk berpandangan sebagai seorang sahabat, semoga masyarakat manusia memandang semua mahkluk sebagai sahabat, semoga saling berpandangan penuh persahabatan. Semoga dapat menciptakan kedamaian di Langit, damai di Angkasa, damai di Bumi, damai di Air, damai pada Tumbuh-tumbuhan, damai pada Pepohonan, damai seluruh sekalian alam sakala dan niskala (alam nyata dan alam sunya/akhirat). Semoga dalam hidup dan kehidupan ini masyarakat manusia dapat menumbuhkan persahabatan untuk menciptakan kedamain di alam semesta ini, sehingga terbentuk sebuah pondasi kedamaian yang kuat masa kini dan masa datang. Apabila kedamaian sudah ditanamkan dan ditumbuhkan di alam semesta maka akan tercipta cahaya-cahaya ke-Ilahian (jyoti) dalam diri manusia (divine Man), Cahaya-cahaya ke-Ilahian dalam kehidupan sosial masyarakat (divine Sociati), dan cahaya ke-Ilahian dalam lingkungan hidup (divine Ekosistem) sebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial.

Awal, Tengah dan Akhir Sudha Nirmala (Suci Tanpa Noda)Merupakan Sthana Tuhan (Linggam Yoni)
Penciptaan Pemeliharaan Peleburan, Permulaan Pertengahan Pengakhiran,Pikiran Perkataan Perbuatan dalam Kejujuran,Kelahiran yang demikian merupakan sthana Brahman.

Om Linggam Yoni.Om Shanti.

No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda untuk membangun Blog ini ke arah lebih baik.